Telusuri

Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah

Setelah sekian lama menunggu mood untuk menulis resensi ini, akhirnya jari-jari tangan ini tergerak juga untuk melakukannya. Novel karya Tere Liye ini telah rampung saya baca beberapa waktu lalu, agak lama sih dari waktu saya menulis resensinya.

Langsung saja ya, biar kalian nggak kelamaan bacanya hehe. Cerita dari novel ini berkutat pada seorang anak dari etnis melayu bernama Borno, beliau adalah seorang lulusan SMA dan melakoni berbagai profesi sebelum akhirnya menjadi pengemudi sepit.

Profesi apa itu? Pengemudi sepit adalah mereka yang menawarkan jasa menyebrangi sungai dari satu sisi ke sisi lain dengan bayaran yang akan ditaruh di sepit yang punya nantinya. Novel ini begitu antusias saya baca karena tidak lain dan tidak bukan, mengangkat kearifan lokal dari kota tempat saya tinggal.

Yaitu Pontianak, jarang-jarang kan kota ini dibahas dalam sebuah karya fiksi. Maka dari itu saya menyegerakan membacanya selagi sempat. Tere Liye menggambarkan kota Pontianak dengan cukup detail dengan berbagai ragam kehidupan masyarakat dan permasalahan dalam kota.

Membuat teman-teman yang belum pernah menginjakkan kaki ke kota ini bisa tergambar nantinya. Walau sayangnya karena lebih fokus ke cerita sepit, jadinya bagian kota Pontianak yang tersorot hanya di dekat tepian sungai saja kebanyakan.

Novel ini adalah novel bergenre romansa, ya akan anda temui kisah cinta dari dua insan beda etnis yang satu dari melayu dan satu lagi dari tionghoa. Nama gadis tionghoa itu adalah Mei, gadis yang ditaksir Borno sejak pertama ia menumpang di sepitnya. 

Seperti karya Tere Liye lainnya, tata bahasa khas milik beliau cukup saya sukai, dapat membawa emosi kita ke arah yang tepat. Begitu banyak akan teman-teman dapati lika liku perasaan antara dua sejoli ini yang ditulis dengan apik dan menyentuh.

Karakter dalam novel ini lumayan ikonik menurut saya. Diantaranya adalah Pak Tua yang selalu memberikan nasihat-nasihat filosofis tentang kehidupan, Bang Togar sang pemimpin perkumpulan sepit yang tegas namun hatinya lembut, Cik Tulani yang sukanya menyuruh-nyuruh Borno, Koh Acong pemilik toko kelontong yang seorang tionghoa, Andi sahabat karib dari si pemeran utama yang cukup kocak kelakuannya kalau sudah bersama Borno, dan lainnya. 

Karena bercerita tentang profesi yang jarang disorot yaitu pengemudi sepit, Tere Liye mampu menyajikan hal itu dengan baik dan cukup detail. Suka duka dari profesi ini juga dihadirkan bertahap dan membuat kita sebagai orang awam jadi paham tentang bagaimana rasanya menjadi seorang pengemudi sepit.

Belum lagi akan ada babak cerita yang menghadirkan tentang perlombaan balap sepit di sungai Kapuas, itu asik sih menurut saya, sedikit bocoran sepit milik Borno masuk ke final hehe.

Tidak ada yang sempurna, dari pandangan saya pribadi ada beberapa hal yang rasanya kurang sebagai orang Pontianak. Diantaranya adalah bahasa yang digunakan oleh beberapa karakter dalam novel ini terasa kurang pas aja untuk orang-orang Pontianak. Terkesan terlalu baku, yah mungkin itu agar semua pembaca bisa paham kali ya tentang maksud dari apa yang disampaikan.

Belum lagi ada beberapa hal yang agak kurang saya sreg membacanya tentang beberapa rahasia yang terkuak, dan lain sebagainya. Kembali lagi, ini novel yang bagus. Mungkin ada bias karena ini juga mengangkat tentang kota tercinta saya yaitu Pontianak. Namun, saya merekomendasikan teman-teman untuk membacanya kalau belum.

Kapan lagi kan, jalan-jalan ke kota dengan sungai terpanjang di Indonesia lewat sebuah karya novel. Semoga bermanfaat resensi ini, kurang dan lebihnya saya mohon maaf. Wassalamu'alaikum. 

Bagi yang berminat, silakan beli bukunya di sini ya.





Posting Komentar

0 Komentar