Malam itu mereka tidur dengan perut yang masih setengah kosong karena nasi dan garam tadi tidak dapat membantu banyak untuk mengenyangkan mereka. Kipas angin yang mereka miliki juga sudah sangat tua dan terkadang tidak mau menyala lantaran kabel yang seharusnya diganti. Kehidupan mereka sebenarnya juga tidak akan melarat seperti ini jika saja bibi Rita tidak mengambil uang warisan dari kedua orang tuannya sejumlah Rp 30.000.000 yang merupakan uang simpanan yang dikumpulkan memang untuk biaya keperluan sang anak jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan.
***
“Rita, bibi turut berduka atas meninggalnya ibu dan ayah kamu.. ini sebenarnya ada uang yang orang tuamu ingin berikan untuk kebutuhan hidup dan sekolahmu, tapi bibi simpan dulu. Nanti kalau ada butuh uangnya hubungi bibi saja ya” kata sang bibi.
“Iya bi” sahut Rita.
Namun ketika Rita menghubungi bibinya untuk meminta uang agar bisa digunakan untuk membaayar SPP sekolahnya nomor bibi Rita tidak dapat dihubungi bahkan saat Rita menelepon selalu tidak diangkat, ketika Rita dan neneknya datang kerumah bibinya ternyata bibi beserta keluarganya sudah pindah dari sana, menurut tetangga di sekitar rumahnya bibi Rita tidak memberi tahu secara pasti kemana ia dan keluarganya pindah, sang bibi hanya megatakan akan pindah keluar kota dan tidak akan kembali kesini.
***
Sungguh malang nasib Rita, sudah ditinggal ayah dan ibu tercinta ditinggal pula oleh bibinya dengan uang warisan yang sudah dibawa pergi. Setiap hari sang nenek selalu menemaninya belajar dan menjadi teman currhat dikala ia sedang sedih atau gundah. Rita sama seperti kebanyakan anak-anak perempuan lain yang menyukai seorang anak laki-laki. Namanya Doni seorang anak yang tampan dan cukup populer disekolahnya, namun bukan itu masalahnya Rita tidak berani untuk mendekatinya apalagi menyatakan perasaan sukanya karena Doni adalah anak dari kalangan berada.
Walau begitu, Doni tidak seperti anak kaya kebanyakan yang biasa sombong dan enggan bergaul bersama anak-anak kalangan menengah kebawah, Doni adalah sosok yang pintar, baik dan bergaul dengan siapa saja. Walau begitu Rita lebih memilih memendam perasaannya dalam-dalam karena menurutnya aneh anak sekecil dia sudah bermain cinta-cintaan.
Esok hari saat Rita sedang mengikat tali sepatunya, sang nenek memberi tahu agar sore ini Rita tidak perlu berjualan gorengan dan membiarkan sang nenek untuk berjualan. Rita sebenarnya agak berat membiarkan neneknya yang sudah renta itu untuk berjualan tapi ia juga masih takut jika sewaktu-waktu bertemu dengan para pembully cilik tersebut. Selain itu Ujian Nasional disekolahnya sudah dekat dan ia memang harus belajar ekstra agr bisa lulus.
“Rita, sore ini biar nenek saja ya yang berjualan, kamu habis pulang sekolah langsung kerumah.. sebentar lagi UN kan? Jangan sampai nilaimu jelek, nanti ayah dan ibumu disana bisa sedih.” Neneknya menasehati.
“Iya nek, tapi kalau nenek capek jangan lupa istirahat ya, Rita nggak mau nenek kenapa-kenapa”
Setelah selesai berbincang, Rita pamit dengan neneknya, “Rita ke sekolah dulu ya nek” sambil mencium tangan sang nenek. “Iya cu, hati-hati”.
Hari itu berjalan seperti biasa disekolah, Rita sedang dalam perjalanan pulang dari sekolahnya, namun ada yang memanggil dari kejauhan di belakangnya, “Hooiii... anak miskin hahhahaha” ejek anak-anak yang kemarin menumpahkan nampan jualan Rita.
“Apa sih mau kalian?! Masih belum puas sudah mempermalukanku kemarin?”, jawabnya kesal.
“Ya iyalah, orang seperti kamu itu harusnya nggak sekolah disini, harusnya di SKM, Hahahaha” jawabnya lantang diiringi tawa. “Memangnya SKM itu apa Bro?”, tanya teman disebelahnya.
“Sekolah Khusus Miskin”, “Hahahahahaha!!!” tertawaan mereka menyebabkan beberapa siswa disekitar jadi melihat kearah Rita. Rita yang tidak tahan dengan hinaan tadi langsung meninggalkan tempat itu dan berlari sambil menutup kedua telinganya. Hampir setiap hari perlakuan seperti itu Rita terima dari mereka, namun ejekan yang tadi sudah benar-benar keterlaluan.
“Ehh Bro, kita permalukan dia lagi yuk kayak kemarin”, hasut temannya yang satu lagi. “Oke Bro, siapkan petasan ya, yang buaaanyaak, hahaha!!”. Ketika sore tiba, nenek rita terlihat membawa nampan yang berisi beberapa gorengan, “Syukurlah hari ini lumayan laku jualannya, jadi bisa beli lauk kesukaanya Rita” ucap sang nenek, matanya tiba-tiba melihat kearah gerbang perumahan elite tempat Rita berjualan kemarin.
0 Komentar